Secuil
Kebaikan untuk Kemaslahatan Umat dan Bangsa
Ummu
Alfi
Muharram adalah bulan mulia. Di mana
kebaikan-kebaikan di bulan ini menjadi sasaran untuk memperoleh berkah dan
pahala berlipat dari Allah Swt. Tak jarang orang memanfaatkan keutamaan bulan ini
dengan kegiatan berbagi kepada yang membutuhkan. Ada yang berbagi dengan
berkontribusi bersama komunitas sosial dan kemanusiaan, ada juga yang melakukan
secara pribadi. Bagaimanapun teknisnya, jika ikhlas semata-mata karena Allah,
insya Allah bernilai ibadah dan mendapat keberkahan. Aamiin.
Kegiatan santunan untuk
anak yatim piatu dan duafa, misalnya. Ini adalah bagian dari kegiatan sosial
yang sudah beberapa tahun ini dilakukan oleh organisasi Nasyiatul Aisyiyah
Ranting Kademangaran, Kabupaten Tegal, setiap bulan Muharram. Nasyiatul
Aisyiyah ini adalah sebuah organisasi otonom di bawah naungan Muhammadiyah.
Kegiatan santunan tahun ini sudah berjalan di tahun yang keenam, walaupun saat
pandemi, kegiatan ini terhenti. Menjadi bagian atau ikut andil di dalam
kegiatan tersebut merupakan pengalaman yang pastinya menyulut rasa syukur dalam
diri pribadi dan organisasi. Bagaimana tidak, menilik kegiatan ini yang sudah
berjalan beberapa kali dan terbilang sukses, ternyata di luar sana pun masih
banyak saudara-saudara kita yang membutuhkan uluran tangan kita, ini menjadi PR
tambahan buat kami pastinya. Tidak ada rasa sesal kami ikut berkontribusi, yang
ada, justru semakin giat untuk terus melanggengkan program ini.
Beberapa kejadian dalam
kegiatan ini ada yang masih membekas pada benak kami sebagai pelaksana
kegiatan. Sekitar 50 paket santunan sudah kami persiapkan dengan rapi. Mulai
dari penggalangan dana, belanja paket santunan, hingga pengemasan paket,
kami lakukan sendiri bersama anggota yang lain. Komunitas kami yang seluruhnya
beranggotakan perempuan usia produktif, di mana sebagian sudah berkeluarga,
tentunya pelaksanaan ini bentuk dari sebuah pengorbanan untuk masyarakat.
Sejatinya kami ada bersama keluarga, tetapi justru kami gunakan waktu untuk
sedikit memberikan sumbangsih bagi warga.
Kegiatan pembagian
santunan sedang berlangsung di sebuah tempat yang sudah dipersiapkan. Penerima
santunan pun sudah memenuhi kursi yang telah disediakan. Kuota tersebut memang
telah kami tentukan sesuai budget
yang ada, begitu juga nama-nama penerima santunan, mana yang perlu
diprioritaskan menurut kondisi penerima. Jumlah tersebut memang terbilang tidak
banyak. Bahkan, masih jauh dari harapan. Karena memang harapannya, semua warga
di desa kami yang membutuhkan bisa ter-cover.
Namun, saat itu, seperti itulah kemampuan awal kami melaksanakan program
tersebut. Dana yang kami dapat hanya dari iuran ikhlas anggota, kas organisasi,
dan beberapa sumbangan dari para dermawan/ aghniya
setempat.
“Mbak,
saya, dong!”
“Mbak,
aku boleh masuk ikut duduk di situ, tidak?”
“Mbak,
anak kami banyak, bapaknya sudah lama nganggur. Kenapa kami tidak dapat
undangan?”
“Mbak,
masih ada sisa paket sembakonya, tidak?”
Begitulah
mereka berucap di luar pagar besi yang memang hanya petugas dan penerima
santunan yang berada di dalam. Hatiku yang saat itu mendengar dan melihat
langsung teriris. Iya, kami pun ingin
semua dapat, batinku saat itu. Sebagian dari mereka, kami kenal, sebagian
lagi sepertinya warga dari desa tetangga.
“Maaf, nggih, Bu. Ini jumlahnya terbatas,” ucap temanku dengan mimik tak
tega. “Semoga tahun depan bisa dapat semua, ya.”
Dari
kejadian itu, ada hikmah dan pelajaran yang bisa kami petik. Masih banyak di
luar sana orang-orang yang membutuhkan uluran tangan kita. Walaupun telah
banyak pula orang baik yang ikhlas mendermakan hartanya di jalan kebaikan.
Perjuangan belum selesai, masih banyak PR yang harus diselesaikan. Berharap
kebaikan ini akan terus berjalan, walau berganti generasi.
***
Di
tahun pertama pelaksanaan kegiatan, Ketua Pimpinan Ranting Nasyiatul Aisyiyah
Kademangaran—sebagai penanggung jawab sekaligus pencetus kegiatan santunan ini—merasa
bahagia dan haru, karena perjuangannya bersama rekan-rekan Nasyiah (sebutan
untuk teman-teman Nasyiatul Aisyiyah) bermanfaat bagi umat. Namun, di tahun
kedua, sebelum pelaksanaan kegiatan, kami mendapatkan ujian. Beliau dipanggil
oleh Allah Swt. terlebih dahulu saat berjuang melahirkan putri keempatnya.
Tangis tak terbendung dari kami seluruh aktivis yang selama ini melangkah
beriringan bersama beliau dalam berbagai kegiatan keagamaan dan sosial.
Akan tetapi, ujian itu
tidak menjadikan kami surut dan berlarut dalam kesedihan. Justru semangat kami
semakin membara dengan mengingat perjuangan beliau memulai kebaikan ini. Kami
harus tetap melanjutkan kegiatan ini, yang memang sudah direncanakan dengan
matang jauh-jauh hari sebelumnya. Dalam kegiatan santunan ini, kami mengundang
anak-anak almarhumah. Alhamdulillah, mereka datang didampingi oleh abinya
(suami almarhumah). Seketika tangis kami kembali terurai. Anak-anak beliau
masih kecil-kecil, masih butuh sosok ibu. Namun, Allah berkehendak lain. Surga
menantinya, insya Allah.
“Terima
kasih, karena telah melanjutkan perjuangan umi kami. Acara ini, membuat kami
rindu pada Umi,” ucap putri sulung almarhumah yang saat itu berusia sekitar 12
tahun. Bahunya bergetar, ucapnya pun terbata karena menahan tangis. “Kami berjanji,
kelak kami juga akan melanjutkan perjuangan Umi, bisa bermanfaat untuk orang
banyak.”
Sontak
yang mendengar itu, ikut terbawa suasana. Usapan air mata terlihat dari tamu
undangan yang hadir. Begitu pun kami.
“Kami bersamamu, Nak,”
gumam para teman seperjuangan.
Merekalah generasi
penerus perjuangan kami. Tampuk pimpinan umat nanti untuk negeri.
Dari
kisah tadi, semangat kami tidak padam. Kami ingin terus menyebarkan kebaikan, membentangkan
sayap dan melakukan inovasi kegiatan yang bersifat keagamaan dan sosial.
Walaupun tidak mudah untuk melakukan itu semua. Beberapa kendala ditemui di
lapangan saat kami meminta donasi kepada aghniya.
Keadaan setiap orang tidak bisa diprediksi hanya melihat dari luar, tetapi kami
berusaha selalu berbaik sangka. Beberapa dari mereka yang kami temui, tak
jarang bermuka masam, saat tahu akan dimintai sumbangan. Hati kami sempat
menciut, ada rasa tidak enak. Namun, secuil pun kami tidak pernah memaksa, hanya
butuh keikhlasan. Berjuang untuk kebaikan umat memang tidak mudah, butuh
keikhlasan, kelapangan hati, waktu, pikiran, harta, dan juga tenaga.
Rasulullah
saw. bersabda, “Sebaik-baik manusia di
antaramu adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (HR ath-Thabrani,
al-Mu’jam al-Ausath, juz VII, hal 58).
Menjadi
pribadi yang bermanfaat adalah salah satu karakter yang harus dimiliki seorang
muslim, bukan mencari manfaat atau memanfaatkan orang lain. Ini adalah
implementasi dari konsep Islam yang penuh kasih sayang, yaitu memberi.
Tepat
di Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-77 ini, kita masih dipertemukan dengan bulan
mulia, bulan Muharram. Ada secuil kebaikan untuk kemaslahatan umat dan bangsa
yang harus terus diperjuangkan.
Tegal, 17 Agustus 2022