Rabu, 17 Agustus 2022

Secuil Kebaikan untuk Kemaslahatan Umat dan Bangsa

 

Secuil Kebaikan untuk Kemaslahatan Umat dan Bangsa

Ummu Alfi

  

Muharram adalah bulan mulia. Di mana kebaikan-kebaikan di bulan ini menjadi sasaran untuk memperoleh berkah dan pahala berlipat dari Allah Swt. Tak jarang orang memanfaatkan keutamaan bulan ini dengan kegiatan berbagi kepada yang membutuhkan. Ada yang berbagi dengan berkontribusi bersama komunitas sosial dan kemanusiaan, ada juga yang melakukan secara pribadi. Bagaimanapun teknisnya, jika ikhlas semata-mata karena Allah, insya Allah bernilai ibadah dan mendapat keberkahan. Aamiin.

Kegiatan santunan untuk anak yatim piatu dan duafa, misalnya. Ini adalah bagian dari kegiatan sosial yang sudah beberapa tahun ini dilakukan oleh organisasi Nasyiatul Aisyiyah Ranting Kademangaran, Kabupaten Tegal, setiap bulan Muharram. Nasyiatul Aisyiyah ini adalah sebuah organisasi otonom di bawah naungan Muhammadiyah. Kegiatan santunan tahun ini sudah berjalan di tahun yang keenam, walaupun saat pandemi, kegiatan ini terhenti. Menjadi bagian atau ikut andil di dalam kegiatan tersebut merupakan pengalaman yang pastinya menyulut rasa syukur dalam diri pribadi dan organisasi. Bagaimana tidak, menilik kegiatan ini yang sudah berjalan beberapa kali dan terbilang sukses, ternyata di luar sana pun masih banyak saudara-saudara kita yang membutuhkan uluran tangan kita, ini menjadi PR tambahan buat kami pastinya. Tidak ada rasa sesal kami ikut berkontribusi, yang ada, justru semakin giat untuk terus melanggengkan program ini.

Beberapa kejadian dalam kegiatan ini ada yang masih membekas pada benak kami sebagai pelaksana kegiatan. Sekitar 50 paket santunan sudah kami persiapkan dengan rapi. Mulai dari penggalangan dana, belanja paket santunan, hingga pengemasan paket, kami lakukan sendiri bersama anggota yang lain. Komunitas kami yang seluruhnya beranggotakan perempuan usia produktif, di mana sebagian sudah berkeluarga, tentunya pelaksanaan ini bentuk dari sebuah pengorbanan untuk masyarakat. Sejatinya kami ada bersama keluarga, tetapi justru kami gunakan waktu untuk sedikit memberikan sumbangsih bagi warga.

Kegiatan pembagian santunan sedang berlangsung di sebuah tempat yang sudah dipersiapkan. Penerima santunan pun sudah memenuhi kursi yang telah disediakan. Kuota tersebut memang telah kami tentukan sesuai budget yang ada, begitu juga nama-nama penerima santunan, mana yang perlu diprioritaskan menurut kondisi penerima. Jumlah tersebut memang terbilang tidak banyak. Bahkan, masih jauh dari harapan. Karena memang harapannya, semua warga di desa kami yang membutuhkan bisa ter-cover. Namun, saat itu, seperti itulah kemampuan awal kami melaksanakan program tersebut. Dana yang kami dapat hanya dari iuran ikhlas anggota, kas organisasi, dan beberapa sumbangan dari para  dermawan/ aghniya setempat.

            “Mbak, saya, dong!”

            “Mbak, aku boleh masuk ikut duduk di situ, tidak?”

            “Mbak, anak kami banyak, bapaknya sudah lama nganggur. Kenapa kami tidak dapat undangan?”

            “Mbak, masih ada sisa paket sembakonya, tidak?”

            Begitulah mereka berucap di luar pagar besi yang memang hanya petugas dan penerima santunan yang berada di dalam. Hatiku yang saat itu mendengar dan melihat langsung teriris. Iya, kami pun ingin semua dapat, batinku saat itu. Sebagian dari mereka, kami kenal, sebagian lagi sepertinya warga dari desa tetangga.

            “Maaf, nggih, Bu. Ini jumlahnya terbatas,” ucap temanku dengan mimik tak tega. “Semoga tahun depan bisa dapat semua, ya.”

            Dari kejadian itu, ada hikmah dan pelajaran yang bisa kami petik. Masih banyak di luar sana orang-orang yang membutuhkan uluran tangan kita. Walaupun telah banyak pula orang baik yang ikhlas mendermakan hartanya di jalan kebaikan. Perjuangan belum selesai, masih banyak PR yang harus diselesaikan. Berharap kebaikan ini akan terus berjalan, walau berganti generasi.

***

            Di tahun pertama pelaksanaan kegiatan, Ketua Pimpinan Ranting Nasyiatul Aisyiyah Kademangaran—sebagai penanggung jawab sekaligus pencetus kegiatan santunan ini—merasa bahagia dan haru, karena perjuangannya bersama rekan-rekan Nasyiah (sebutan untuk teman-teman Nasyiatul Aisyiyah) bermanfaat bagi umat. Namun, di tahun kedua, sebelum pelaksanaan kegiatan, kami mendapatkan ujian. Beliau dipanggil oleh Allah Swt. terlebih dahulu saat berjuang melahirkan putri keempatnya. Tangis tak terbendung dari kami seluruh aktivis yang selama ini melangkah beriringan bersama beliau dalam berbagai kegiatan keagamaan dan sosial.

Akan tetapi, ujian itu tidak menjadikan kami surut dan berlarut dalam kesedihan. Justru semangat kami semakin membara dengan mengingat perjuangan beliau memulai kebaikan ini. Kami harus tetap melanjutkan kegiatan ini, yang memang sudah direncanakan dengan matang jauh-jauh hari sebelumnya. Dalam kegiatan santunan ini, kami mengundang anak-anak almarhumah. Alhamdulillah, mereka datang didampingi oleh abinya (suami almarhumah). Seketika tangis kami kembali terurai. Anak-anak beliau masih kecil-kecil, masih butuh sosok ibu. Namun, Allah berkehendak lain. Surga menantinya, insya Allah.

            “Terima kasih, karena telah melanjutkan perjuangan umi kami. Acara ini, membuat kami rindu pada Umi,” ucap putri sulung almarhumah yang saat itu berusia sekitar 12 tahun. Bahunya bergetar, ucapnya pun terbata karena menahan tangis. “Kami berjanji, kelak kami juga akan melanjutkan perjuangan Umi, bisa bermanfaat untuk orang banyak.”

            Sontak yang mendengar itu, ikut terbawa suasana. Usapan air mata terlihat dari tamu undangan yang hadir. Begitu pun kami.

“Kami bersamamu, Nak,” gumam para teman seperjuangan.

Merekalah generasi penerus perjuangan kami. Tampuk pimpinan umat nanti untuk negeri.

            Dari kisah tadi, semangat kami tidak padam. Kami ingin terus menyebarkan kebaikan, membentangkan sayap dan melakukan inovasi kegiatan yang bersifat keagamaan dan sosial. Walaupun tidak mudah untuk melakukan itu semua. Beberapa kendala ditemui di lapangan saat kami meminta donasi kepada aghniya. Keadaan setiap orang tidak bisa diprediksi hanya melihat dari luar, tetapi kami berusaha selalu berbaik sangka. Beberapa dari mereka yang kami temui, tak jarang bermuka masam, saat tahu akan dimintai sumbangan. Hati kami sempat menciut, ada rasa tidak enak. Namun, secuil pun kami tidak pernah memaksa, hanya butuh keikhlasan. Berjuang untuk kebaikan umat memang tidak mudah, butuh keikhlasan, kelapangan hati, waktu, pikiran, harta, dan juga tenaga.

            Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baik manusia di antaramu adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (HR ath-Thabrani, al-Mu’jam al-Ausath, juz VII, hal 58).

            Menjadi pribadi yang bermanfaat adalah salah satu karakter yang harus dimiliki seorang muslim, bukan mencari manfaat atau memanfaatkan orang lain. Ini adalah implementasi dari konsep Islam yang penuh kasih sayang, yaitu memberi.

            Tepat di Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-77 ini, kita masih dipertemukan dengan bulan mulia, bulan Muharram. Ada secuil kebaikan untuk kemaslahatan umat dan bangsa yang harus terus diperjuangkan.


                                                                                                                            Tegal, 17 Agustus 2022