Dari
PIP UMi Lahirlah Perempuan-Perempuan Pegiat Usaha
Ummu Alfiyah
Usaha mikro, kecil, dan
menengah (UMKM) memiliki peranan yang sangat penting bagi perekonomian negara,
yaitu penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar dan penyerapan tenaga kerja.
Berdasarkan Bank Dunia (2020), sebanyak 90 persen dari entitas bisnis adalah
UMKM, yang kontribusinya pada penyerapan tenaga kerja global mencapai 50
persen.
Pemerintah juga terus
berupaya menggiatkan UMKM, salah satunya dengan program yang telah
dituangkan dalam strategi utama Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Pada RPJMN 2020-2024, pemerintah
berkomitmen untuk menguatkan kewirausahaan dan UMKM guna meningkatkan nilai
tambah ekonomi, lapangan kerja, investasi, ekspor, dan daya saing perekonomian
melalui lima area prioritas, yaitu mengembangkan sumber daya manusia (SDM),
meningkatkan akses ke jasa keuangan, meningkatkan nilai tambah produk UMKM di
pasar domestik dan internasional, memperkuat kemitraan, serta memperbaiki
peraturan dan kebijakan yang memengaruhi keberlangsungan UMKM.
Namun, dalam
pelaksanaannya, banyak permasalahan dan kendala yang dihadapi untuk
mengimplementasikan rencana besar tersebut. Salah satunya terkait dengan
pembiayaan. Banyak pelaku UMKM yang terhimpit masalah modal dan sirkulasinya,
terutama mereka yang tidak atau belum mampu mengakses perbankan, misalnya pada
masyarakat dengan skala ekonomi ke bawah. Sebagian pelaku usaha mikro dan ultra
mikro juga masih enggan melakukan akses permodalan di bawah perbankan, karena
mereka menggunakan usahanya untuk menambah pendapatan dan bertahan hidup. Pelaku
usaha juga tak jarang berpikir dua kali untuk mengajukan akses permodalan atau
pinjaman, karena menganggap pinjaman serupa dengan rentenir, dengan suku bunga
yang tinggi.
Pemerintah terus
berupaya memberikan wacana dan literasi terhadap masyarakat, bahwa pinjaman
tersebut merupakan pinjaman produktif, yang bermanfaat untuk keberlangsungan
modal usaha. Uang dari hasil usaha akan diputar kembali untuk menghasilkan
produk atau jasa yang akan dijual kembali. Hasil usaha tersebut juga bisa
digunakan untuk membayar cicilan pinjaman.
PIP UMi hadir
menjembatani para pelaku usaha yang terkendala tersebut agar mampu mengembangkan usahanya. PIP UMi adalah salah
satu lembaga ekonomi yang terus berupaya mendukung dan menggerakkan ekonomi di
sektor mikro dan ultra mikro agar mampu berjalan dan berkembang. Bahkan,
diharapkan nantinya mampu naik kelas dan bersaing dalam usaha berskala nasional
dan internasional.
Program PIP UMi ini merupakan
kelanjutan dari program bantuan sosial menjadi kemandirian usaha yang merambah
usaha mikro di lapis ekonomi terbawah dan belum difasilitasi perbankan melalui
program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Secara mendasar, UMi ini berbeda dengan KUR
dilihat secara skema bantuannya. KUR berdasarkan subsidi bunga, sedangkan UMi
menggunakan skema dana bergulir. Pembiayaan PIP UMi disalurkan oleh Lembaga
Keuangan Bukan Bank, yaitu PT Pegadaian, PT Permodalan Nasional Madani (PNM),
dan PT Bahana Artha Ventura (BAV), serta enam belas koperasi yang bertindak
sebagai lembaga linkage (Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu,
2019). Sistem fasilitas pembiayaan dalam PIP UMi bermula dari angka dua juta
rupiah dan maksimal sepuluh juta rupiah setiap debitur, dengan suku bunga yang
kecil, yaitu dua sampai empat persen.
Pelaku usaha mikro yang
memanfaatkan UMi sebagian besar adalah perempuan. Enam puluh persen UMKM yang
terdaftar di Indonesia, dikelola oleh perempuan. Apalagi, di tengah kondisi
pandemi seperti sekarang ini, minat dan tuntutan para perempuan membuka usaha
sangat tinggi untuk membantu perekonomian keluarga. Perempuan yang berdaya
terutama dalam bidang ekonomi, memiliki peran penting dalam perekonomian tidak
hanya negara, tetapi juga untuk ketahanan keluarga. Dengan kata lain,
pemberdayaan perempuan tidak hanya untuk dirinya, tetapi juga untuk keluarga
dan lingkungan sekitar.
Berdasarkan riset
Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI (LPEM
FEB UI) tahun 2020, mengungkapkan bahwa sejumlah perempuan pegiat UMKM yang
memulai bisnis dari nol melalui online
selama pandemi hampir 1,5 kali lipat lebih banyak dibandingkan laki-laki,
dengan kategori usaha seperti, kuliner, griya, dan fashion.
Sebagai salah satu
bentuk dukungan pemerintah dalam pemberdayaan perempuan di bidang ekonomi
melalui program PIP UMi adalah penandatangan nota kesepahaman (MoU) oleh Badan
Layanan Umum Pusat Investasi Pemerintah (BLU-PIP) dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa
untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan (UN Women). Tujuannya
sebagai bentuk kerja sama dalam promosi pemenuhan hak perempuan untuk
kesempatan ekonomi yang setara. Namun, keterbatasan akses mereka, menghalangi
pengembangan keterampilan dan jaringan usaha. Untuk itu, melalui program
dukungan ini, diharapkan mampu menjembatani tantangan tersebut.
Baik PIP maupun UN
Women memiliki persamaan tujuan, yaitu mendukung pelaku usaha perempuan di
Indonesia, tidak hanya terkait akses pembiayaan, tetapi juga pengetahuan dan
keterampilan dalam berkarya, agar mampu mengembangkan usahanya dan mampu
bersaing usaha dalam lingkup yang lebih tinggi. Bahkan, di era digital seperti
sekarang ini, pelaku usaha perempuan diharapkan mampu mengakses segala
kebutuhan usahanya lewat teknologi digital.
Beberapa hasil
wawancara dengan pelaku usaha ultra mikro, khususnya perempuan usia produktif
di wilayah Tegal, menyebutkan bahwa dengan hadirnya PIP UMi yang disalurkan
melalui PT Permodalan Nasional Madani (PNM) Mekaar, sangat membantu proses
kelancaran usahanya di bidang craft.
Modal awal pembiayaan sejumlah dua juta rupiah hingga terus bertambah nominal
pinjamannya untuk bisa melanjutkan usahanya. Kredit yang diajukan pun tanpa
jaminan. Debitur cukup datang ke pertemuan rutin seminggu sekali yang diadakan
oleh pengelola kelompok dan menyetorkan cicilan pinjaman. Jika modal awal
pembiayaan dua juta rupiah, maka setiap minggu para debitur membayar cicilan
senilai lima puluh ribu selama lima puluh kali, ungkap Ibu Nunik, salah satu
debitur yang memiliki usaha ultra mikro di bidang crafter.
Ibu Nunik ini mulai
usaha tahun 2007 dengan modal awal dari pribadi. Beliau memulai produksi pembuatan pernak-pernik yang dijual sendiri di
lapak atau acara pameran-pameran. Namun, kini usahanya telah berkembang setelah mendapat suntikan pinjaman dari PIP UMi. Beliau mendistribusikan
hasil produksinya kepada beberapa pedagang keliling yang membeli langsung hasil
kerajinannya, berupa sandal anak-anak yang dimodifikasi dengan aksesoris kain
flanel dan juga pernak-pernik lainnya. Dari hasil pengelolaan usaha ultra
mikronya tersebut, Ibu Nunik (42 tahun) mampu membantu perekonomian keluarga,
apalagi di tengah pandemi seperti sekarang ini. Suami beliau yang kehilangan
pekerjaannya sebagai supir bus saat pandemi, merasa terbantu dengan usaha kecil
dari sang istri untuk kelangsungan hidup keluarganya.
Perkembangan usaha
ultra mikro juga dirasakan oleh Ibu Asih, penjual makanan ringan (olos) di salah
satu wilayah Pasar Langon, Tegal. Berawal dari bantuan sosial yang didapat,
kini Ibu Asih mampu mengembangkan bisnis kuliner tersebut dari pembiayaan yang
disalurkan melalui PNM Mekaar. Dari yang awalnya menjual hanya dengan satu
jenis makanan, kini menjadi beberapa macam makanan kecil. Hasil usahanya mampu
menambah pemasukan ekonomi keluarga dan mengembangkan usahanya.
Beberapa contoh pelaku
usaha perempuan tersebut, mampu membuktikan bahwa program PIP UMi berjalan dan
tepat sasaran. Dengan adanya berbagai kemudahan pembiayaan dari program PIP UMi
ini, pelaku usaha yang sempat terpuruk, diharapkan bisa bangkit kembali,
minimal untuk perekonomian keluarga agar mampu mengentaskan kemiskinan menuju
kesejahteraan keluarga. Program ini juga diharapkan mampu menggaet para pelaku
usaha mikro dan ultra mikro dalam skala besar, dengan target PIP UMi tahun 2022
mencapai dua juta debitur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar