Kamis, 03 Februari 2022

 

 

 

Dari PIP UMi Lahirlah Perempuan-Perempuan Pegiat Usaha

Ummu Alfiyah

 

 

Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) memiliki peranan yang sangat penting bagi perekonomian negara, yaitu penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar dan penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan Bank Dunia (2020), sebanyak 90 persen dari entitas bisnis adalah UMKM, yang kontribusinya pada penyerapan tenaga kerja global mencapai 50 persen.

Pemerintah juga terus berupaya menggiatkan UMKM, salah satunya dengan program yang telah dituangkan  dalam strategi utama Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Pada RPJMN 2020-2024, pemerintah berkomitmen untuk menguatkan kewirausahaan dan UMKM guna meningkatkan nilai tambah ekonomi, lapangan kerja, investasi, ekspor, dan daya saing perekonomian melalui lima area prioritas, yaitu mengembangkan sumber daya manusia (SDM), meningkatkan akses ke jasa keuangan, meningkatkan nilai tambah produk UMKM di pasar domestik dan internasional, memperkuat kemitraan, serta memperbaiki peraturan dan kebijakan yang memengaruhi keberlangsungan UMKM.

Namun, dalam pelaksanaannya, banyak permasalahan dan kendala yang dihadapi untuk mengimplementasikan rencana besar tersebut. Salah satunya terkait dengan pembiayaan. Banyak pelaku UMKM yang terhimpit masalah modal dan sirkulasinya, terutama mereka yang tidak atau belum mampu mengakses perbankan, misalnya pada masyarakat dengan skala ekonomi ke bawah. Sebagian pelaku usaha mikro dan ultra mikro juga masih enggan melakukan akses permodalan di bawah perbankan, karena mereka menggunakan usahanya untuk menambah pendapatan dan bertahan hidup. Pelaku usaha juga tak jarang berpikir dua kali untuk mengajukan akses permodalan atau pinjaman, karena menganggap pinjaman serupa dengan rentenir, dengan suku bunga yang tinggi.

Pemerintah terus berupaya memberikan wacana dan literasi terhadap masyarakat, bahwa pinjaman tersebut merupakan pinjaman produktif, yang bermanfaat untuk keberlangsungan modal usaha. Uang dari hasil usaha akan diputar kembali untuk menghasilkan produk atau jasa yang akan dijual kembali. Hasil usaha tersebut juga bisa digunakan untuk membayar cicilan pinjaman.

PIP UMi hadir menjembatani para pelaku usaha yang terkendala tersebut agar mampu mengembangkan usahanya. PIP UMi adalah salah satu lembaga ekonomi yang terus berupaya mendukung dan menggerakkan ekonomi di sektor mikro dan ultra mikro agar mampu berjalan dan berkembang. Bahkan, diharapkan nantinya mampu naik kelas dan bersaing dalam usaha berskala nasional dan internasional.

Program PIP UMi ini merupakan kelanjutan dari program bantuan sosial menjadi kemandirian usaha yang merambah usaha mikro di lapis ekonomi terbawah dan belum difasilitasi perbankan melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Secara mendasar, UMi ini berbeda dengan KUR dilihat secara skema bantuannya. KUR berdasarkan subsidi bunga, sedangkan UMi menggunakan skema dana bergulir. Pembiayaan PIP UMi disalurkan oleh Lembaga Keuangan Bukan Bank, yaitu PT Pegadaian, PT Permodalan Nasional Madani (PNM), dan PT Bahana Artha Ventura (BAV), serta enam belas koperasi yang bertindak sebagai lembaga linkage (Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu, 2019). Sistem fasilitas pembiayaan dalam PIP UMi bermula dari angka dua juta rupiah dan maksimal sepuluh juta rupiah setiap debitur, dengan suku bunga yang kecil, yaitu  dua sampai empat persen.

Pelaku usaha mikro yang memanfaatkan UMi sebagian besar adalah perempuan. Enam puluh persen UMKM yang terdaftar di Indonesia, dikelola oleh perempuan. Apalagi, di tengah kondisi pandemi seperti sekarang ini, minat dan tuntutan para perempuan membuka usaha sangat tinggi untuk membantu perekonomian keluarga. Perempuan yang berdaya terutama dalam bidang ekonomi, memiliki peran penting dalam perekonomian tidak hanya negara, tetapi juga untuk ketahanan keluarga. Dengan kata lain, pemberdayaan perempuan tidak hanya untuk dirinya, tetapi juga untuk keluarga dan lingkungan sekitar.

Berdasarkan riset Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI (LPEM FEB UI) tahun 2020, mengungkapkan bahwa sejumlah perempuan pegiat UMKM yang memulai bisnis dari nol melalui online selama pandemi hampir 1,5 kali lipat lebih banyak dibandingkan laki-laki, dengan kategori usaha seperti, kuliner, griya, dan fashion.

Sebagai salah satu bentuk dukungan pemerintah dalam pemberdayaan perempuan di bidang ekonomi melalui program PIP UMi adalah penandatangan nota kesepahaman (MoU) oleh Badan Layanan Umum Pusat Investasi Pemerintah (BLU-PIP) dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan (UN Women). Tujuannya sebagai bentuk kerja sama dalam promosi pemenuhan hak perempuan untuk kesempatan ekonomi yang setara. Namun, keterbatasan akses mereka, menghalangi pengembangan keterampilan dan jaringan usaha. Untuk itu, melalui program dukungan ini, diharapkan mampu menjembatani tantangan tersebut.

Baik PIP maupun UN Women memiliki persamaan tujuan, yaitu mendukung pelaku usaha perempuan di Indonesia, tidak hanya terkait akses pembiayaan, tetapi juga pengetahuan dan keterampilan dalam berkarya, agar mampu mengembangkan usahanya dan mampu bersaing usaha dalam lingkup yang lebih tinggi. Bahkan, di era digital seperti sekarang ini, pelaku usaha perempuan diharapkan mampu mengakses segala kebutuhan usahanya lewat teknologi digital.

Beberapa hasil wawancara dengan pelaku usaha ultra mikro, khususnya perempuan usia produktif di wilayah Tegal, menyebutkan bahwa dengan hadirnya PIP UMi yang disalurkan melalui PT Permodalan Nasional Madani (PNM) Mekaar, sangat membantu proses kelancaran usahanya di bidang craft. Modal awal pembiayaan sejumlah dua juta rupiah hingga terus bertambah nominal pinjamannya untuk bisa melanjutkan usahanya. Kredit yang diajukan pun tanpa jaminan. Debitur cukup datang ke pertemuan rutin seminggu sekali yang diadakan oleh pengelola kelompok dan menyetorkan cicilan pinjaman. Jika modal awal pembiayaan dua juta rupiah, maka setiap minggu para debitur membayar cicilan senilai lima puluh ribu selama lima puluh kali, ungkap Ibu Nunik, salah satu debitur yang memiliki usaha ultra mikro di bidang crafter.

Ibu Nunik ini mulai usaha tahun 2007 dengan modal awal dari pribadi. Beliau memulai produksi pembuatan pernak-pernik yang dijual sendiri di lapak atau acara pameran-pameran. Namun, kini usahanya telah berkembang setelah mendapat suntikan pinjaman dari PIP UMi. Beliau mendistribusikan hasil produksinya kepada beberapa pedagang keliling yang membeli langsung hasil kerajinannya, berupa sandal anak-anak yang dimodifikasi dengan aksesoris kain flanel dan juga pernak-pernik lainnya. Dari hasil pengelolaan usaha ultra mikronya tersebut, Ibu Nunik (42 tahun) mampu membantu perekonomian keluarga, apalagi di tengah pandemi seperti sekarang ini. Suami beliau yang kehilangan pekerjaannya sebagai supir bus saat pandemi, merasa terbantu dengan usaha kecil dari sang istri untuk kelangsungan hidup keluarganya.

Perkembangan usaha ultra mikro juga dirasakan oleh Ibu Asih, penjual makanan ringan (olos) di salah satu wilayah Pasar Langon, Tegal. Berawal dari bantuan sosial yang didapat, kini Ibu Asih mampu mengembangkan bisnis kuliner tersebut dari pembiayaan yang disalurkan melalui PNM Mekaar. Dari yang awalnya menjual hanya dengan satu jenis makanan, kini menjadi beberapa macam makanan kecil. Hasil usahanya mampu menambah pemasukan ekonomi keluarga dan mengembangkan usahanya.

Beberapa contoh pelaku usaha perempuan tersebut, mampu membuktikan bahwa program PIP UMi berjalan dan tepat sasaran. Dengan adanya berbagai kemudahan pembiayaan dari program PIP UMi ini, pelaku usaha yang sempat terpuruk, diharapkan bisa bangkit kembali, minimal untuk perekonomian keluarga agar mampu mengentaskan kemiskinan menuju kesejahteraan keluarga. Program ini juga diharapkan mampu menggaet para pelaku usaha mikro dan ultra mikro dalam skala besar, dengan target PIP UMi tahun 2022 mencapai dua juta debitur.

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar